(Sripo, Minggu 28 Agustus 2005) SAMPAI kini, Kiai Merogan yang bernama asli masagus H Abdul Hamid bin Masagus H Mahmud masih dikenang dan makamnya selalu dipadati penziarah. Lebih dari itu, Kiai Merogan adalah sosok yang memiliki kemuliaan hati. Ia selalu berbuat baik kepada masyarakat dan menyantuni fakir miskin. Wawancara Sripo dengan sejumlah keturunan Kiai Merogan juga memberikan banyak gambaran tentang kebesaran tokoh itu. Pengelola Yayasan Kiai Merogan, Masagus Ahmad Fauzi --cicit Kiai Merogan—mengatakan bahwa Kiai Merogan merupakan perintis dakwah dan sesepuh wong Plembang. Menurutnya, suatu hari Kiai Merogan berkeinginan hijrah ke Masjid Aqsha. Namun, ia mendapat petunjuk bahwa negerinya masih sangat membutuhkannya. Lalu, ia kembali ke Palembang dan berdakwah. Pada tahun 1819, terjadi perang Menteng yang menyebabkan gugurnya banyak ulama di Palembang dan pada 1823, secara resmi Belanda menguasai Palembang. Saat itulah, Kiai Merogan Dari Haul ke-105 Kiai Merogan mengembangkan dakwah ke seantero Sumatera Selatan. “Uniknya, ia melakukan perjalanan dakwah dengan menggunakan perahu yang didayung oleh santri-santrinya,” ujar Ahmad Fauzi. Sejumlah daerah yang dikunjunginya, antara lain Pemulutan, Belida, Airitam, dan banyak lagi daerah lainnya. Metode dakwahnya juga sangat efektif, yaitu selalu membangun masjid atau langgar sebagai tempat ibadah dan kegiatan dakwah di berbagai tempat yang dikunjunginya. Pembangunannya dengan menggunakan biaya sendiri yang dihasilkan dari kegiatan berdagang kayu. Wariskan Masjid APA peninggalan intelektual Kiai Merogan? Menurut teks pengantar Haul Kiai Merogan ke-105 21 Agustus lalu, disebutkan bahwa ia pernah menulis kitab tasawuf. “Tapi, peninggalan fisik kitab itu baru sebatas penuturan. Kitab-kitab beliau tidak terpelihara dengan baik oleh keturunannya,” ujar Ahmad Fauzi. Ulama yang wafat pada 17 Rajab 1319 H atau 31 Oktober 1901 M itu, hanya meninggalkan sejumlah masjid. Antara lain Masjid Jami’ Muaraogan Kertapati, Masjid Lawangkidul 5 Ilir, Masjid di Dusun Pedu Pemulutan, masjid di Dusun Ulak Kerbau Lama, Pegagan Ilir OKI, mushala di 5 Ulu laut, Masjid Sungai Rotan Jejawi, Masjid Talang Pangeran Pemulutan, dan lainnya. Ulama yang menguasai ilmu tarekat Sammaniyah, ilmu fiqh dan Al-hadits itu menjadikan masjid sebagai markas dakwahnya. Di Palembang, Masjid Jami’ Muaraogan, dan Masjid Lawangkidul merupakan markas dakwahnya yang sangat berpengaruh. Dari kedua masjid itu, dengan menggunakan perahu, Kiai Merogan bolak-balik menyebarkan misi dakwahnya. Makam Kiai Merogan yang banyak diziarahi warga Palembang dan luar Palembang terletak di Kompleks Masjid Jami’ Muaraogan, Kertapati. Kiai Merogan merupakan putra Mgs H Mahmud alias Kanang yang masih keturunan priyayi era Kesultanan Palembang Darussalam (KPD). Di tengah eratnya hubungan agama Islam-KPD kala itu, Kiai Merogan mendapatkan pendidikan agama yang sangat baik.
Posted in:
on
Minggu, 03 Februari 2008
at
di
20.45