Masjid Tua di Palembang
Selain Masjid Agung, ada beberapa masjid tua lain di Palembang yang didirikan pada masa Kesultanan Palembang atau setelahnya. Komponen arsitektur utama masjid-masjid itu umumnya menginduk kepada bentuk Masjid Agung, tetapi ukurannya lebih kecil. Beberapa masjid itu juga memiliki sejarah unik dan peran penting dalam pertumbuhan agama Islam di Palembang dan sekitarnya.
Masjid-masjid itu antara lain Masjid Muara Ogan, Masjid Lawang Kidul, Masjid Suro, dan Masjid Sungai Lumpur. Masjid Muara Ogan dibangun di sudut Sungai Ogan dan Sungai Musi, termasuk Kecamatan Kertapati, sekitar tiga kilometer dari pusat Kota Palembang. Saudagar Masagung Abdul Hamid, yang dikenal sebagai Kiai Muara Ogan, mendirikan masjid itu tahun 1889. Nama masjid merujuk pada sebutan Kiai Muara Ogan.
Masjid Lawang Kidul terdapat di Kelurahan 5 Ilir, di tepi Sungai Musi. Masjid ini juga didirikan Kiai Muara Ogan tahun 1881 dengan nama Masjid Mujahidin, tetapi kemudian lebih dikenal sebagai Masjid Lawang Kidul. Masjid Suro terletak di Kelurahan 30 Ilir, Kecamatan Ilir Barat II, sekarang bernama Masjid Mahmudiyah. Masjid ini didirikan Kiagus H Mahmud Khatib dan Kiai Delamat, murid Kiai Muara Ogan, tahun 1906.
Bentuk bangunan utama Masjid Muara Ogan, Lawang Kidul, Masjid Suro, dan Masjid Sungai Lumpur secara umum menyerupai bentuk Masjid Agung. Masjid-masjid ini juga menyerap budaya China, Jawa, Arab, Eropa, dan Palembang dalam bentuk yang padu.
Arsitektur Masjid Agung dan beberapa masjid lama di Palembang menawarkan bentuk-bentuk yang simbolik. Undak-undakan di pelataran dan di atap masjid, misalnya, melambangkan tarekat atau perjalanan manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah. Tingkat pertama merupakan syariah atau tahap penertiban amal perbuatan yang baik, sesuai dengan tuntunan agama. Tingkat kedua mencerminkan hakikat atau proses pencarian atas ruh yang tersimpan di balik perbuatan yang kasatmata. Tahap ketiga menjadi puncak perjalanan karena manusia telah mengalami maĆ¢€™rifat, mengenal hakikat Tuhan.
Bentuk undak-undakan senantiasa mengajak manusia untuk mengasah diri dengan menertibkan perbuatan, meraih makna, dan mengenal Tuhan. Tahap-tahap itu merupakan perjalanan spiritual yang tiada berakhir.
Posted in: on Minggu, 10 Februari 2008 at di 07.56